MENERIMA PEMBUATAN MAKALAH/ TUGAS KULIAH

DAN JURNAL REVIEW S1, S2 dan S3

.

a. Tugas Makalah

Paparan Biasa tanpa Power Point, isi 10 Halaman Rp. 250.000

Paparan Biasa tanpa Power Point, isi 20 Halaman Rp. 450.000

Paparan Biasa pakai Power Point, isi 10 Halaman Rp. 350.00

Paparan Biasa pakai Power Point, isi 20 Halaman Rp. 550.000

b. Jurnal Review

Paparan Biasa tanpa Power Point, isi 5 Halaman Rp. 200.000

Paparan Biasa pakai Power Point, isi 10 Halaman Rp. 300.00

c. Tugas Kuliah

Ujian Take Home Manajemen, isi 3 - 5 pertanyaan Rp. 200.000

Ujian Take Home Politik Pemerintahan, isi 3 - 5 pertanyaan Rp. 200.000

Ujian Take Home Pemberdayaan , isi 3 - 5 pertanyaan Rp. 200.000

Ujian Take Home Keuangan Daerah, isi 3 - 5 pertanyaan Rp. 300.000



d. PEMBUATAN BAHAN AJAR/BUKU CETAK LENGKAP DENGAN ISBN

Bahan Ajar dan Buku Cetak dengan tema ilmu sosial, politik, ekonomi,
manajemen, administasi, pendidikan dll. cocok untuk guru, dan dosen
Dengan biaya Penulisan Naskah mulai 4 Juta/100 hal, ditambah ongkos cetak
  • 100-120 hlm = @ Rp 20.000,- / eksemplar
  • 121-140 hlm = @ Rp 21.000,- / eksemplar
  • 141-160 hlm = @ Rp 22.000,- / eksemplar
  • 161-180 hlm = @ Rp 23.000,- / eksemplar
  • 181-200 hlm = @ Rp 24.000,- / eksemplar
  • 201-220 hlm = @ Rp 25.000,- / eksemplar
  • 221-240 hlm = @ Rp 26.000,- / eksemplar
  • 241-260 hlm = @ Rp 27.000,- / eksemplar
  • 261-280 hlm = @ Rp 28.000,- / eksemplar
  • 281-300 hlm = @ Rp 29.000,- / eksemplar

silahkan hubungi kami di 08231 6473 817 atau email : rivhandi@yahoo.com

Tuesday

TNI DALAM REFORMASI NASIONAL

DI TENGAH bertambahnya usia TNI, sudah sepatutnya dalam kesempatan yang istimewa ini kita perlu untuk mencermati peran dan kiprah perjalanan TNI dalam posisinya di negara yang telah mengalami masa transisi semenjak reformasi tahun 1998 yang lalu hingga sekarang ini. Di dalam Rapim TNI 2006 (20/9/2006) Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengingatkan TNI agar tidak cemas dalam menapaki jalannya perubahan reformasi dan justru meminta prajurit harus menjadi bagian gerakan perubahan itu sendiri. Menyimak apa yang disampaikan SBY itu sendiri, kita melihat bahwa proses reformasi yang telah dan terus dilakukan TNI sesuai dengan paradigma baru TNI, tentu dalam perjalanannya akan menemukan beberapa tantangan yang tidak kecil, dan di sini dibutuhkan ketegaran dan kesabaran pula.

Dalam buku ”Militer Indonesia, Menatap Masa Depan, Belajar dari Masa Lalu” yang diterbitkan Puspen TNI (5/10/2003), Jenderal TNI Endriartono Sutarto (mantan Panglima TNI) menegaskan, bahwa posisi yang dominan TNI ternyata memberikan banyak privilege, sehingga membawa institusi TNI dan para prajuritnya berada pada suatu keadaan yang boleh disebut sebagai suatu wilayah jebakan yang nyaman (comfort zone trap).

Kondisi demikian menyebabkan terjadinya pergeseran cara pandang prajurit TNI yang semula berorentasi pada aspek pertahanan kemanan menjadi lebih berorientasi pada politik praktis.

Kalau ini dapat dipahami sebagai sebuah reintrospeksi TNI terhadap dirinya, maka TNI sesungguhnya telah membuka diri terhadap kekurangan yang dilakukannya pada masa lalu.

Persoalannya sekarang adalah, sejauhmana reformasi yang bergulir dalam internal TNI tersebut telah sampai pada maksud yang diharapkan baik dalam pandangan TNI sendiri maupun dalam sisi yang lain adalah rakyat yang bisa menilai dan merasakan proses perjalananan reformasi TNI itu sendiri yang sekaligus bagian yang tidak terpisahkan dari agenda reformasi nasional.

Tentu dalam konteks ini, dalam situasi transisi yang mengharuskan negara untuk menata ulang dan melakukan pembagian kekuasaan dan tanggung jawab antara lembaga-lembaga negara agar tercipta sebuah keseimbangan kekuasaan (check and balanced) termasuk dalam hal ini TNI yang merupakan bagian terpenting dari alat negara terhadap apa yang menjadi tugas dan kewajiban pokoknya. Sehingga tidak akan terjadi lagi tumpang tindih antara fungsi dan tugas, termasuk dalam hal pengambilanalihan lembaga yang satu dengan yang lain. Di sinilah pentingnya sebuah regulasi yang mengatur tentang TNI.

Terhadap hal ini Joseph S Nye Jr (pengajar Harvard University) memberikan pendapat tentang menjaga iklim yang sehat dalam menjaga hubungan sipil-militer pada masa transisi, yakni 1) Angkatan Bersenjata (AB) harus tunduk kepada peraturan hukum dan wajib menghormati kewenangan sipil.

2) AB tidak memihak dan tetap berada di atas semua kepentingan politik, 3) Pihak sipil harus mengakui bahwa AB merupakan alat yang sah dari negara demokrasi, 4) Pihak sipil memberi dana dan penghargaan yang layak kepada militer untuk mengembangkan peran dan misi militer, 5) pihak sipil harus belajar mengenai isuisu pertahanan dan budaya militer.

Terus berlanjut
Merujuk pada pendapat di atas, TNI sebagai institusi yang selalu dinamis dan responsif terhadap perubahan, maka sejak kelahirannya hingga kini senantiasa melakukan perubahan dan penyempurnaan dengan reformasi internalnya, dengan maksud medukung keberhasilan reformasi nasional.

Sejauh yang kita lihat semenjak 1998 ada 22 langkah perubahan yang dilakukan TNI (Bunga Rampai Paradigma TNI, Skomsos TNI 2003) di antaranya yang mengemuka adalah keseriusan TNI tidak lagi terlibat politik praktis, kemudian menjaga jarak yang sama dengan semua parpol, dan komitmen serta konsistensi TNI itu setidaknya diperlihatkan dengan sikap netralitas TNI dalam pemilu.

Kalau reformasi TNI itu adalah merupakan sebuah proses, maka tentu ada tahap-tahap yang telah dan akan dilalui TNI termasuk seberapa lama waku yang dibutuhkan TNI dalam mereformasi dirinya. Inilah aspek penting yang perlu kita cermati untuk memberikan chek point sampai di mana perjalanan reformasi internal TNI yang dimulai semenjak masa transisi bangsa ini tahun 1998 hingga sekarang.

Dalam konteks inilah kita bisa melihat reformasi internal yang dilakukan TNI lewat paradigma baru TNI dengan melaksanakan: Redefenisi, reposisi, dan reaktualisasi peran TNI dalam kehidupan bangsa yang diformulasikan untuk dapat lebih menjangkau ke masa depan, maka agenda reformasi internal lanjutan TNI mesti harus tetap dijaga momentumnya, agar konsistensi peran TNI sebagai alat pertahanan negara tercapai secara optimal.

Dari agenda yang terus berlanjut, tentu mesti mendapat perhatian serius tidak saja kalangan internal TNI tapi juga kepedulian rakyat dalam sisi yang lain dalam membantu reformasi internal TNI sebagai bagian yang terpisahkan dari reformasi nasional, terutama terhadap penyesuaian kultural prajurit terhadap peran barunya.

Khusus terhadap hal ini Yuddy Crisnandi, memberi pandangan bahwa ia memaklumi bahwa implementasi reformasi internal TNI, belum sepenuhnya dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan masyarakat. Harapan masyarakat agar militer lebih profesional dan dapat segera meninggalkan gelanggang politik tampaknya masih menghadapi beberapa kendala internal dan eksternal.

Perubahan dokrin militer tidak serta merta dapat mengubah watak dan jati diri militer yang sebelumnya merupakan kekuatan sospol dalam kurun waktu yang lama. Di samping itu keterbatasan anggaran dan ketidak mampuan memberikan dukungan memadai bagi peningkatan profesionalisme sementara desakan reformasi tidak dapat dihentikan menjadikan masalah baru hubungan sipil militer.

Dalam konteks positif reformasi internal TNI dapat lebih memberikan ruang luas bagi pemberdayaan kekuatan sipil, namun sisi negatifnya bahwa kekuatan politik sipil masih mengharapkan dukungan militer untuk mepertahankan dan meraih kekuasaan. (Yuddy Crisnandi, Reformasi TNI Perspektif Baru Hubungan Sipil Militer di Indonesia, LP3ES 2005).

Merujuk pada cita-cita reformasi nasional yakni tertuju pada pengembangan demokrasi dan civil society, di mana pada masa sebelumnya cenderung lebih diabaikan dan dominannya kepentingan kekuasaan, serta TNI dikritik lebih dekat dengan kekuasaan.

Maka dalam konteks ini semua komponen bangsa, termasuk TNI, apakah bisa memberikan kontribusi dalam mengembangkan nilai, lembaga dan praktik demokrasi dan masyarakat madani, dan inilah pertanyaan kritis yang amat menantang bagi TNI (Susilo Bambang Yudhoyono, Mengatasi Krisis, Menyelamatkan Reformasi, Februari 2000).

Tentunya penafsiran TNI terhadap pemilu dan sidang MPR serta perubahan sikap TNI terhadap Dwifungsi ABRI dan salah satu bentuk implementasi netralitasnya dalam Pemilu 2004 hendaknya dapat dipandang sebagai bagian dari proses perubahan yang dilakukan TNI yang akan terus berlanjut dan tidak dilihat hanya sekadar retorika belaka.

Belajar dari masa lalu dan melihat ke masa depan, maka reformasi yang dilakukan tidak hanya berupa tambal sulam, tetapi harus memberi makna untuk memperbaiki hal-hal yang mendasar baik dalam tataran struktural maupun bersifat kultural, artinya dalam konteks ini kita bisa memahami reformasi internal yang dilakukan ini diperlukan proses waktu dan tahapan sehingga benar-benar efektif .

Kita semua harus bijak dan dewasa, adil, dan dengan pikiran jernih untuk mengevaluasi kinerja TNI serta dalam memberdayakannya. Memperhatikan dan mencintai TNI ini tentu juga bagian cara membesarkan bangsa ini. Dirgahayu TNI.

Kapten Inf Adrizal
Perwira Pendam IV/Diponegoro

No comments:

Post a Comment