MENERIMA PEMBUATAN MAKALAH/ TUGAS KULIAH

DAN JURNAL REVIEW S1, S2 dan S3

.

a. Tugas Makalah

Paparan Biasa tanpa Power Point, isi 10 Halaman Rp. 250.000

Paparan Biasa tanpa Power Point, isi 20 Halaman Rp. 450.000

Paparan Biasa pakai Power Point, isi 10 Halaman Rp. 350.00

Paparan Biasa pakai Power Point, isi 20 Halaman Rp. 550.000

b. Jurnal Review

Paparan Biasa tanpa Power Point, isi 5 Halaman Rp. 200.000

Paparan Biasa pakai Power Point, isi 10 Halaman Rp. 300.00

c. Tugas Kuliah

Ujian Take Home Manajemen, isi 3 - 5 pertanyaan Rp. 200.000

Ujian Take Home Politik Pemerintahan, isi 3 - 5 pertanyaan Rp. 200.000

Ujian Take Home Pemberdayaan , isi 3 - 5 pertanyaan Rp. 200.000

Ujian Take Home Keuangan Daerah, isi 3 - 5 pertanyaan Rp. 300.000



d. PEMBUATAN BAHAN AJAR/BUKU CETAK LENGKAP DENGAN ISBN

Bahan Ajar dan Buku Cetak dengan tema ilmu sosial, politik, ekonomi,
manajemen, administasi, pendidikan dll. cocok untuk guru, dan dosen
Dengan biaya Penulisan Naskah mulai 4 Juta/100 hal, ditambah ongkos cetak
  • 100-120 hlm = @ Rp 20.000,- / eksemplar
  • 121-140 hlm = @ Rp 21.000,- / eksemplar
  • 141-160 hlm = @ Rp 22.000,- / eksemplar
  • 161-180 hlm = @ Rp 23.000,- / eksemplar
  • 181-200 hlm = @ Rp 24.000,- / eksemplar
  • 201-220 hlm = @ Rp 25.000,- / eksemplar
  • 221-240 hlm = @ Rp 26.000,- / eksemplar
  • 241-260 hlm = @ Rp 27.000,- / eksemplar
  • 261-280 hlm = @ Rp 28.000,- / eksemplar
  • 281-300 hlm = @ Rp 29.000,- / eksemplar

silahkan hubungi kami di 08231 6473 817 atau email : rivhandi@yahoo.com

Monday

Membangun Skil Kepemimpinan

Pernahkah Anda melihat seorang pemimpin yang penuh pengabdian. Ia bekerja siang dan malam, bahkan sampai melalaikan istri dan anak-anaknya. Ia juga tidak mempersoalkan fasilitas yang tersedia, apalagi fasilitas bagi dirinya sendiri. Selain itu, orang itu hidup bagaikan sebuah dinamo yang berdaya besar dan kuat serta terus dihangati oleh visinya. Dalam banyak hal, sikap hidup dan kepemimpinannya menjadi teladan. Namun, secara faktual, ia tidak berhasil membuat komunitasnya bergerak atau berubah. Visinya seakan tinggal menjadi impian belaka. Apa yang salah disini?
Salah satu definisi kepemimpinan adalah daya untuk mendorong dan mengarahkan orang-orang untuk bergerak mencari tujuan komunitas. Kepemimpinan dalam suatu komunitas akan menentukan bagaimana struktur, sistem dan budaya dipelihara dan diperkembangkan sehingga terjadi “gerak” bersama untuk mencapai misi komunitas tersebut.
Musa mencoba menjadi pemimpin yang baik, namun secara de facto, dirinyalah yang menjadikan Israel tidak bergerak secepat yang diinginkan. Dirinya pula yang membuatnya lelah dan tidak dapat berfungsi optimum. Ia tidak membuat suatu budaya kerja yang mendorong gerak yang kuat dan pemberdayaan pengikutnya. Ia menjadi pusat dinamika komunitasnya. Akibatnya, kekuatan dari komunitasnya ditentukan oleh kekuatannya sendiri, sedangkan potensi-potensi orang lain yang Tuhan letakkan di sekitarnya, terbengkalai.
Ketika Musa berubah, bangsa Israilpun berubah dalam cara kerja dan kecepatan gerak mereka. Potensi-potensi tidur kini dimunculkan ke permukaan. Berkat Tuhan mengalir lebih deras.
Dalam dunia modern, apalagi di dalam dunia pelayanan gerejawi atau organisasi Kristen hal serupa terjadi. Para pemimpin yang bekerja keras menjadi penghalang bagi berkat Tuhan. Bukan karena mereka malas, atau culas, serta picik. Mereka lalai untuk memberdayakan banyak orang. Jadi bagaimana cara memberdayakan?
Pertama, kesediaan memberdayakan merupakan suatu sikap spiritual. Orang yang bersedia memberdayakan orang lain menyatakan di depan orang banyak bahwa ia mempercayakan semua proses pelayanannya kepada Tuhan dan orang-orang yang Ia letakkan di sekitarnya. Ia tidak menjadikan dirinya pusat segalanya. Ia hanya melakukan apa yang menjadi bagiannya seperti seorang petani yang menabur dan di malam hari ia tidur. Benih yang ditaburkan bertumbuh, dan bagaimana hal itu terjadi ia tidak tahu. Dalam melakukan proses ini, seringkali memang ada orang yang tidak memahami sang pemimpin. Orang sering menginginkan si pemimpin tampil di segala urusan dan dengan menonjol.
Secara filosofis ada suatu pendapat dari James McGreror Burns yang membedakan kepemimpinan transaksionil dan transformasionil. Kepemimpinan transaksionil merupakan usaha menjalankan proses kepemimpinan sedemikian rupa sehingga sebagian besar pihak terpuaskan. Dengan kata lain kepemimpinan merupakan proses bertransaksi sehingga semua merasa untung dan bahagia karena apa yang dikehendaki didapatkan. Dengan cara seperti ini kepemimpinan yang ada dipertahankan karena kehadirannya menjaminkan adanya transaksi yang paling menguntungkan.
Orang-orang serupa ini akan sulit menjadi pemimpin yang melayani dan memberdayakan.
Kepemimpinan yang bercorak transformasionil adalah kepemimpinan yang menekankan gerak maju atau perubahan dari setiap pihak dan dari organisasinya. Di dalam menjaminkan tranformasi atau perubahan berkualitas ini, bila perlu diambil resiko-resiko seperti konflik atau pertentangan terbuka. Bila perlu, corak transaksi memang dapat dipergunakan, namun bukan semata-mata demi didapatkan rasa senang dan rasa beruntung pada semua pihak, namun demi tercapainya perubahan dan perkembangan.
Kedua, suatu keterampilan perlu dipelajari dengan serius. Suatu metode pelaksanaan pemberdayaan yang sangat populer sejak akhir dekade lalu adalah apa yang dikembangkan oleh Blanchard dan Hersey dengan nama kepemimpinan situasionil.
Kerangka kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan situasionil adalah suatu metode pelaksanaan kepemimpinan secara mikro, artinya bagaimana seorang
pemimpin harus menghadapi orang-orang yang dipimpinnya sehari-hari. Jadi sifatnya adalah ilmu yang praktis dan taktis.
Di balik praktek kepemimpinan situasional terdapat suatu filosofi bahwa seorang pemimpin haruslah mengubah orang lain, meneladani, serta telaten mengamati kemajuan dari orang yang ia pimpin. Ia harus memiliki sensitivitas untuk mem”baca” siapa yang ia pimpin sehingga dapat menentukan gaya memimpin yang paling cocok bagi mereka. Untuk tiap kategori orang tertentu diperlukan suatu pendekatan atau cara kepemimpinan tersendiri. karenanya, Blanchard menekankan perlunya kita meneliti variabel-variabel yang berpengaruh di dalam kerangka membuat klasifikasi orang-orang yang dipimpin. Blanchard dan Hersey mendapatkan bahwa ada dua variabel yang berperan disini, yaitu kematangan pribadi dan tugas kepemimpinan.
Kematangan yang dipimpin: Berdasarkan penelitian terhadap kenyataan kasat mata, maka pertama-tama tingkat kematangan orang yang dipimpin ternyata dapat dikategorikan ke dalam empat jendela kematangan sebagai berikut

MATANG HAMPIR MATANG TUMBUH TIDAK MATANG

Orang-orang yang tidak matang: mereka adalah orang-orang yang memiliki motivasi rendah dan kemampuan kerja yang rendah.
Orang-orang yang sedang bertumbuh: mereka adalah orang-orang yang kadang kala memiliki motivasi namun masih belum memiliki kemampuan kerja yang tinggi.
Orang-orang yang hampir matang: mereka adalah orang-oang yang telah memiliki kemampuan kerja yang tinggi, dan sering belum termotivir untuk melakukan apa yang menjadi tujuan dari pemimpin mereka.
Orang–orang yang matang: mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan kerja yang tinggi serta umumnya sudah bermotivasi mencapai tujuan bersama.
Pembagian tersebut berdasar dua variabel yaitu tingkat motivasi alias berapa maunya mereka bekerja dan tingkat kompetensi alias tingkat pengalaman dan skil mereka.
Tugas kepemimpinan: Selanjutnya, Blanchard dan Hersey meneliti bahwa tindakan kepemimpinan mencakup dua urusan, yaitu proses mengarahkan orang yang dipimpin kepada tujuan bersama serta proses memelihara hubungan dengan mereka yang dipimpin. Dengan cara lain dapat dikatakan bahwa mereka yang dipimpin membutuhkan bantuan pemimpin untuk memelihara motivasi mereka serta mengarahkan langkah-langkah mereka kepada tujuan yang ingin di capai.

Penerapan

Dengan dasar konsep tersebut maka, pada kategori yang pertama terdapat orang-orang yang harus dipimpin dengan memberikan mereka pengarahan yang rinci dan mendalam. Dengan kata lain, pemimpin harus mengeluarkan enerji yang besar untuk pengarahan bagi mereka. Selanjutnya untuk mereka juga si pemimpin harus memelihara hubungan, namun pada intensitas yang terbatas, atau secukupnya. Dengan kata lain metode kepemimpinan yang baik adalah yang memberikan rincian penugasan atau instruksi dan kemudian supervisi yang ketat dengan hubungan sekedarnya.
Pada kategori yang kedua terdapat orang-orang yang harus dipimpin dengan memberikan mereka pengarahan yang secukupnya. Dengan kata lain, pemimpin harus mengeluarkan enerji yang sekedarnya untuk pengarahan bagi mereka, namun untuk mereka si pemimpin harus memelihara hubungan dengan intensitas yang tinggi. Dengan kata lain, terhadap orang–orang dikategori ini keputusan-keputusan pemimpin dan tujuan yang hendak dicapai disampaikan, kemudian mereka dapat meminta penjelasan.
Pada kategori yang ketiga, pengarahan diberikan dalam bentuk “membagikan” gagasan. Kemudian hubungan yang tinggi dinyatakan dengan mengajak mereka yang dipimpin bersama-sama mengambil keputusan. Perhatian utama disini adalah agar mereka dapat diyakinkan untuk bekerja menuju tujuan bersama.
Pada kategori yang terakhir, pendelegasian wewenang dan tugas diberikan dengan pengarahan sekedarnya, yaitu tentang tujuan umum yang hendak dicapai. Mereka yang dipimpin diberikan wewenang mengambil keputusan dan tanggung jawab yang luas.
Dengan kata lain, metode kepemimpinan yang pertama cocok untuk orang–orang yang belum matang, metode yang kedua untuk orang-orang yang bertumbuh, metode yang ketiga untuk mereka yang hampir matang, sedangkan metode terakhir sangat baik dipergunakan bagi mereka yang sudah matang.
Metode kepemimpinan situasionil ini menolong di dalam praktek nyata namun hanya dapat berguna bila sang pemimpin mampu membaca dengan akurat siapa yang dipimpinnya. Selain itu penerimaan atas keterbatasan dan keunggulan tiap orang yang dipimpinnya merupakan ciri utama metode ini. Maka, keluwesan harus menjadi titik berangkat dari kepemimpinan situasionil ini. Bila dikaitkan metode ini dengan dua jenis kepemimpinan yang dibahas sebelumnya, maka metode ini bersifat sekaligus traksionil dan transformatoris. Kata kuncinya adalah bagaimana pemimpin berkomunikasi pada tingkat kematangan orang-orang yang dipimpinnya. Namun, bila pemimpin tadi tidak mengubah pola kepemimpinan pada saat orang yang dipimpinnya telah bertumbuh lebih matang, maka ia akan mengalami kesulitan-kesulitan.
Hal yang penting dari kepemimpinan tersebut, ialah bagaimana sang pemimpin menolong agar orang yang ia pimpin mengalami transformasi dan tidak berhenti pada satu tingkat kedewasaan saja.

No comments:

Post a Comment